Oleh:
Amelia Rahmah D. [XB]
Amelia Rahmah D. [XB]
.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, Indonesia terus menerus merubah berbagai hal dalam pemerintahannya secara berkala. Dari segi ekonomi, kesehatan, politik, dan akademik. Dalam sekian banyak perubahan, warga merupakan pihak yang tak begitu diuntungkan karena terombang-ambing dalam setiap perubahan yang terjadi. Terutama para remaja.
Self-harm atau melukai diri sendiri saat ini marak dilakukan kalangan remaja di Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh emosi mereka yang masih tidak stabil (sedang dalam tahap pencarian jati diri—labil) dan/atau mengalami depresi akibat tekanan-tekanan yang diterima dari lingkungan sekitarnya.
Sebagai negara berkembang, Indonesia terus menerus merubah berbagai hal dalam pemerintahannya secara berkala. Dari segi ekonomi, kesehatan, politik, dan akademik. Dalam sekian banyak perubahan, warga merupakan pihak yang tak begitu diuntungkan karena terombang-ambing dalam setiap perubahan yang terjadi. Terutama para remaja.
Self-harm atau melukai diri sendiri saat ini marak dilakukan kalangan remaja di Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh emosi mereka yang masih tidak stabil (sedang dalam tahap pencarian jati diri—labil) dan/atau mengalami depresi akibat tekanan-tekanan yang diterima dari lingkungan sekitarnya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Sebenarnya apa itu self-harm?
2. penyebab (faktor) terjadinya self-harm?
3. Kenapa remaja melakukan self-harm?
4. Apakah self-harm hanya melukai diri dengan benda tajam?
5. Bagaimanakah persepsi masyarakat tentang hal ini?
6. Bagaimana mengatasi self-harm pada remaja?
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Sebenarnya apa itu self-harm?
2. penyebab (faktor) terjadinya self-harm?
3. Kenapa remaja melakukan self-harm?
4. Apakah self-harm hanya melukai diri dengan benda tajam?
5. Bagaimanakah persepsi masyarakat tentang hal ini?
6. Bagaimana mengatasi self-harm pada remaja?
1.3 Tujuan
Memperkenalkan masyarakat tentang self-harm pada remaja, penyebabnya, alasan mereka melakukan hal tersebut, dan cara mengatasinya agar pelaku self-harm pada remaja (terutama pelajar) Indonesia dapat berkurang.
Memperkenalkan masyarakat tentang self-harm pada remaja, penyebabnya, alasan mereka melakukan hal tersebut, dan cara mengatasinya agar pelaku self-harm pada remaja (terutama pelajar) Indonesia dapat berkurang.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Self-harm atau Self-injury merupakan kelainan psikologis yang marak terjadi pada remaja-remaja masa kini. Secara literal self-harm diartikan sebagai suatu kegiatan untuk melukai diri sendiri. Hal ini umumnya di sebabkan oleh keadaan mental mereka yang belum stabil (labil) serta tekanan-tekanan yang didapat remaja dalam dosis yang berlebihan, menyebabkan depresi.
Masalah berakar bukan dari hal rumit seperti stress yang diderita para karyawan perusahaan, stress yang mereka dapat tak lain berasal dari keadaan rumah, masalah keluarga, dan masalah sekolah. Tak pelik memang, tapi umur-umur remaja adalah umur dimana mereka masih mencari jati diri dan mereka akan akan sangat mudah kehilangan arah karena stress. Detail penyebabnya antara lain: orangtua marah tanpa adanya komunikasi lebih lanjut dengan remaja ketika nilai mereka merah, orangtua sedang bertengkar hebat ketika remaja pulang ke rumah, menjadi korban bullying di sekolah, mendapat kewajiban untuk membantu orangtua bekerja atau mengurus saudara, dan berbagai alasan lain yang membuat remaja tertekan. Ketika remaja sudah kehilangan kontrol, mereka mencari cara pembebasan dengan cara melakukan self-harm, walaupun pembebasan tersebut bersifat sementara..
Saat melakukan self-harm, remaja dapat dalam keadaan kalap atau kehilangan pikiran atas dirinya sendiri. Secara sadar mereka melukai bagian tubuh yang dapat dijangkau (biasanya kaki atau tangan) hingga mengeluarkan darah. Rasa sakit dari rusaknya epidermis dan luka yang terbentuk tersamarkan oleh kepuasan dan kelegaan saat melihat darah keluar. Tentu mereka bukan pencinta darah maupun sadis, tapi mereka merasakan kenikmatan sendiri saat perasaan depresi, kecewa, marah yang mereka rasakan tergantikan dengan perih yang menyegarkan. Sayangnya seseorang yang telah mencoba melakukan self-injury memiliki kecenderungan untuk mengulanginya dengan peningkatan pada tekanan yang diberikan dan kerusakan fisik yang ditimbulkan.
Remaja pelaku self-harm tidak hanya melukai bagian tubuh dengan benda tajam, tapi juga cara apapun yang membuat diri terluka. Seperti meninju, memukul, mencakar diri sendiri, menggigit tangan, lengan, bibir, atau lidah, menggaruk kulit hingga berdarah, mengutak-atik luka yang sedang dalam proses penyembuhan, membuat memar tubuh dalam kecelakaan yang disengaja, membakar atau menyulut api pada diri sendiri dalam bentuk tak membahayakan, dan menusuk diri sendiri dengan benda tajam (kecil maupun besar). Beberapa kasus bahkan berada dalam taraf membahayakan seperti mematahkan tulang, mencungkil mata, menelan bahan kimia maupun benda kecil yang membuat pelaku tersedak, dan meracuni diri sendiri secara berulang.
Walaupun begitu perilaku seperti ini juga dijumpai dalam lingkup masyarakat 'sehat'. Seperti menggigiti kuku, memencet jerawat, menggaruk bekas gigitan nyamuk hingga berdarah. Bahkan orang yang melakukan diet ketat hingga tak jarang pingsan karena kelaparan juga merupakan pelaku self-harm. Jadi sebenarnya bukan hanya remaja saja yang melakukan self-harm, tapi yang harus diperhatikan adalah ketika kegiatan ini sudah memasuki taraf berbahaya dan butuh perhatian khusus.
Kesalahan persepsi lazim dijumpai dalam masyarakat luas, beranggapan bahwa pelaku self-harm (dalam hal ini, remaja) dilakukan dengan tujuan mencari perhatian semata. Sedangkan secara naluriah dan fakta-fakta yang tersaji di lingkungan, remaja lebih memilih untuk menyembunyikan luka gores, lebam, maupun parut yang mereka buat dari perhatian masyarakat. Para remaja yang melukai kepala mereka menutupnya dengan topi atau hoodie (baju bertudung), baju berlengan panjang seperti kemeja atau turtle-neck (menyembunyikan luka di leher) untuk luka pada badan, dan celana panjang untuk luka pada kaki. Jikalau luka-luka itu terlihat dan mereka ditanyai bagaimana mereka memperoleh luka itu, mereka akan mengelak dan memilih untuk menjawabnya sebagai sekedar kecelakaan tidak disengaja.
Secara literal self-harm bukan "penyakit" mental melainkan hanya kelainan psikologis, atau mudahnya kelainan pola pikir. Tidak perlu remaja dimasukkan ke dalam panti rehabiilitasi untuk masalah ini, walau tidak ada garansi bahwa pelaku dapat menghentikan kegiatan ini secara total. Tapi remaja dapat dituntun untuk mengurangi kegiatan ini—yang pada dasarnya dilakukan karena perasaan nikmat dan kebiasaan—dengan support lingkungan, keluarga, teman, dan pihak sekolah secara batin maupun raga.
.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Self-harm pada remaja terjadi karena remaja diberi tekanan terlalu banyak dari lingkungan sekitar (faktor eksternal) dan ketidakstabilan emosi remaja itu sendiri (faktor internal). Hal ini juga terjadi ketika remaja tidak diarahkan untuk mencari cara pelampiasan depresi dengan cara yang positif, melakukan kegiatan ekskul misalnya.
Self-harm pada remaja terjadi karena remaja diberi tekanan terlalu banyak dari lingkungan sekitar (faktor eksternal) dan ketidakstabilan emosi remaja itu sendiri (faktor internal). Hal ini juga terjadi ketika remaja tidak diarahkan untuk mencari cara pelampiasan depresi dengan cara yang positif, melakukan kegiatan ekskul misalnya.
1.2 Saran
Remaja harus diyakinkan bahwa kegiatan ini tidak bermanfaat dalam segi apapun, bahkan membuang waktu. Kemudian berikanlah mereka materi kerohanian. Tak lupa yakinkan mereka untuk berkomitmen dengan diri mereka sendiri; Yakinkan bahwa hanya mereka yang dapat menentukan apakah mereka dapat berubah atau tidak, karena hanya dengan keyakinan dirilah mereka dapat berubah. Berikanlah opsi kegiatan-kegiatan yang disukai remaja pada umumnya sebagai pengalih perhatian agar remaja tidak tertekan dan melakukan self-harm. Jika remaja berkenan, lakukan kegiatan yang melibatkan seluruh teman atau keluarga. Usahakan remaja mendapat support dari seluruh lingkungan sekitar. Terakhir, jauhkan remaja dari benda tajam, berjaga-jaga jika tiba-tiba ada insiden yang membuatnya "kambuh".
Remaja harus diyakinkan bahwa kegiatan ini tidak bermanfaat dalam segi apapun, bahkan membuang waktu. Kemudian berikanlah mereka materi kerohanian. Tak lupa yakinkan mereka untuk berkomitmen dengan diri mereka sendiri; Yakinkan bahwa hanya mereka yang dapat menentukan apakah mereka dapat berubah atau tidak, karena hanya dengan keyakinan dirilah mereka dapat berubah. Berikanlah opsi kegiatan-kegiatan yang disukai remaja pada umumnya sebagai pengalih perhatian agar remaja tidak tertekan dan melakukan self-harm. Jika remaja berkenan, lakukan kegiatan yang melibatkan seluruh teman atau keluarga. Usahakan remaja mendapat support dari seluruh lingkungan sekitar. Terakhir, jauhkan remaja dari benda tajam, berjaga-jaga jika tiba-tiba ada insiden yang membuatnya "kambuh".
0 Response to " SELF-HARM PADA REMAJA "
Posting Komentar